WELCOME TO MY BLOG :D

Thursday, January 12, 2012

Koperasi Karyawan

 Koperasi Karyawan

Awalnya dari beberapa PM yang penulis terima yang menanyakan kemungkinan untuk kredit rumah dan juga dari beberapa pembicaraan dengan teman2 di YM mengenai IDR mereka yang menganggur (tidak produktif) dan selalu tanya kapan bisa kaya kalo gini (hahahaha), maka penulis berpikir untuk membentuk suatu badan simpan pinjam yang berdiri sendiri dan dikelola secara profesional.

Ada 2 alternatif untuk badan hukum simpan pinjam:
1. Bank
2. Koperasi

Dari kedua alternatif tsb mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing tapi pada intinya baik pengurus bank maupun koperasi harus di percaya oleh yang menabung, dan setelah menimbang kelebihan dan kelemahan kedua alteratif tersebut penulis cenderung untuk memilih koperasi.

Mengapa koperasi ?

Pertama modal Koperasi di dapat dari setoran anggota, sehingga setiap anggota merasakan sebagai pemilik Koperasi dan akan berusaha bersama-sama memajukan Koperasi, karena keuntungan koperasi nantinya akan dibagikan ke anggota koperasi.

Kedua pengurus koperasi di pilih langsung oleh anggota untuk masa jabatan tertentu sehingga selama ini warga yang hanya sekedar login untuk work dan train bisa melakukan kegiatan lain di game eRep dan belajar berorganisasi. Dan juga diharapkan dengan adanya koperasi ini bisa menjadi tempat bagi warga untuk bersosialisasi dan tidak hanya sekedar work dan train.

Kemudian penulis memilih untuk mempersempit sifat ke anggotaan koperasi yaitu koperasi khusus untuk karyawan, karena memberikan pinjaman mengandung resiko pinjaman tidak dapat dikembalikan dan untuk memperkecil resiko tersebut harus ada jaminan atau ada yang menjamin dan dalam hal ini yang menjamin adalah perusahaan tempat karyawan yang meminjam bekerja, serta juga untuk membantu dalam pelaksanaan pengembalian pinjaman yang mana langsung di potong dari gaji peminjam.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas penulis memutuskan untuk mencoba membentuk Koperasi Karyawan (SO Acct) yang diharapkan bisa membawa manfaat bagi warga eIndonesia.

sumber:http://www.erepublik.com/hr/article/koperasi-karyawan-621281/1/20

koperasi unit desa

Koperasi Unit Desa

Koperasi Unit Desa adalah suatu Koperasi serba usaha yang beranggotakan penduduk desa dan berlokasi didaerah pedesaan, daerah kerjanya biasanya mencangkup satu wilayah kecamatan. Pembentukan KUD ini merupakan penyatuan dari beberapa Koperasi pertanian yang kecil dan banyak jumlahnya dipedesaan. Selain itu KUD memang secara resmi didorong perkembangannya oleh pemerintah.
Menurut instruksi presiden Republik Indonesia No 4 Tahun 1984 Pasal 1 Ayat (2) disebutkan bahwa pengembangan KUD diarahkan agar KUD dapat menjadi pusat layanan kegiatan perekonomian didaerah pedesaan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional dan dibina serta dikembangkan secara terpadu melalui program lintas sektoral. Adanya bantuan dari pemerintah tersebut ditujukan agar masyarakat dapat menikmati kemakmuran secara merata dengan tujuan masyarakat yang adil makmur akan juga tercapai dengan melalui pembangunan dibidang ekonomi, misalnya dengan memberikan kredit kepada pihak-pihak yang ekonominya masih lemah atau rakyat kecil terutama didaerah pedesaan Dalam menjalankan usaha koperasi diarahkan pada usaha yang berkaitanlangsung dengan kepentingan anggota, baik untuk menunjang usaha maupun kesejahteraannya. Melihat kebutuhan anggota beraneka ragam, maka usaha
koperasi multipurpose yaitu koperasi yang mempunyai beberapa bidang usaha,
misalnya simpan pinjam, perdagangan, produksi, konsumsi, kesehatan, dan
pendidikan. Koperasi yang termasuk dalam multipurpose adalah Koperasi Unit Desa
(KUD).
KUD menjadi tumpuan harapan petani di daerah kerjanya serta merupakan salah satu kelembagaan agribisnis dalam mendukung pengembangan system agribisnis di pedesaan. Agar KUD dapat melakukan peranannya dengan baik, maka KUD harus dikelola secara produktif, efektif, dan efisien untuk mewujudkan pelayanan usaha yang dapat meningkatkan nilai tambah dan manfaat sebesarbesarnya bagi anggotanya, sehingga mampu bersaing dengan badan usaha yang lainnya. Pengelolaan yang dimaksud adalah seluruh komponen yang ada dalam perusahaan seperti pemasaran, produksi, keuangan, personil, pembelian, system informasi manajemen dan organisasi.
faktor-faktor yang berpengaruh yang dibentuk oleh faktor internal, yakni faktor peran serta anggota, aktivitas dan sumber daya manusia serta faktor eksternal terhadap kinerja KUD. Ini dapat diinterpretasikan bahwa peran serta anggota merupakan faktor penentu terhadap kinerja KUD di Provinsi Bali. Berarti pada setiap kegiatan pengelola harus melibatkan anggota secara aktif jika ingin KUD berhasil, seperti membuat perencanaan, meningkatkan modal koperasi dengan cara meningkatkan partisipasi anggota dalam proses pemupukan modal, dll. Pada dasarnya orang masuk suatu badan usaha dengan tujuan mendapatkan manfaat. Pengurus KUD harus menunjukkan manfaat masuk KUD kepada para anggota dan masyarakat dengan melakukan tindakan nyata seperti merealisasikan pembagian SHU pada saat RAT dan menunjukkan distribusi SHU ke simpanan sukarela sesuai dengan aktivitas yang telah dilakukan kepada KUD. Faktor aktivitas berupa perputaran modal kerja merupakan faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas manajemen KUD di Provinsi Bali dalam mencetak nilai penjualan dengan mengunakan modal kerja serta mengubah penjualan itu menjadi keuntungan. Karenanya periode perputaran modal kerja dimulai dari saat di mana kas diinvestasikan dalam komponen-komponen modal kerja sampai saat di mana kembali lagi menjadi kas.Namun perlu diingat bahwa makin pendek periode perputaran modal kerja berarti makin cepat perputarannya atau makin tinggi tingkat perputarannya sehingga dapat meningkatkan keuntungan. Sebaliknya makin panjang periode perputaran modal kerja berarti makin lambat perputarannya atau makin rendah tingkat perputarannya sehingga dapat menurunkan keuntungan. Rasio perputaran rata-rata piutang (PRrP) menunjukkan cepat lambatnya piutang dapat ditagih, di mana kondisi aktual di KUD masih banyak piutang usaha
karena terlalu lama pelunasannya seperti tagihan rekening listrik di beberapa KUD yang mana pembayaran listrik ditalangi oleh KUD. Piutang Kredit usaha tani/kredit ketahanan pangan mengakibatkan lamanya aktiva mengendap pada piutang usaha yang memperlambat berputaran modal kerja pad akhirnya menurunkan memperoleh keuntungan pada suatu periode tertentu. Hal ini akan mempunyai dampak terhadap efektivitas manajemen KUD di Provinsi Bali dalam mencetak nilai penjualan dengan mengunakan total modal kerja, serta mengubah penjualan itu menjadi keuntungan. KUD di Provinsi Bali efektif mencetak nilai penjualan dengan mengunakan total modal kerja, serta mengubah penjualan itu menjadi keuntungan, jika cepatnya periode perputaran modal kerja akan meningkatkan keuntungan. Sebaliknya kurang efektif mencetak nilai penjualan dengan mengunakan total modal kerja, serta mengubah penjualan itu menjadi keuntungan, jika lambat periode perputaran modal kerja dan rendahnya keuntungan. Dengan kata lain efektif tidaknya KUD di Provinsi Bali mengunakan total modal kerja perusahaan untuk memperoleh keuntungan sangat tergantung pada faktor cepat atau lambatnya periode perputaran modal kerja. Kualitas sumber daya manusia KUD meliputi manajer, pengawas, dan karyawan merupakan faktor penentu keberhasilan KUD. Makin tinggi kualitas SDM KUD, maka kemungkinan berhasil makin tinggi, berarti kinerja KUD akan semakin bagus. Namun kualias SDM KUD di Bali belum sesuai dengan harapan, karena sulitnya mendapatkan karyawan yang suka bekerja untuk KUD dengan ”upah/gaji” yang wajar. Pendidikan yang relatif rendah juga menyebabkan sulitnya mendidik mereka untuk mampu memahami persoalan-persoalan tataniaga serta memperhitungkan kondisi-kondisi daerah kerjanya.

sumber:http://riski21208074.wordpress.com/2010/01/03/koperasi-unit-desa/

Wednesday, January 11, 2012

koperasi konsumen

Koperasi Komsumen adalah koperasi yang anggotanya para konsumen dengan menjalankan kegiatannya jual beli menjual barang konsumsi.
Kegiatan utama koperasi ini adalah membeli barang atau jasa.
Koperasi Komsumen Menjembatani produsen dengan konsumen yang membutuhkan barang-barang atau jasa, atau bisa dibilang koperasi ini bisa disebut Perantara antara produsen dan konsumen.

aktifitas koperasi konsumen:
1. pembelian
2. penjualan
3. pengeluaran kas
4. penerimaan kas

Rekening-rekening Koperasi Konsumen:
1. Rekening Pembelian
2. Partisipasi bruto anggota
3. Partisipasi Neto Anggota
4. Pendapatan dari non anggota
5. Beban perkoperasian adalah
6. Sisa Hasil Usaha (SHU)
7. Rekening Persediaan
8. Harga Pokok Penjualan (HPP)
9. Beban Pokok
10. RekeningPotonganPenjualan/Potongan Tunai
11. Rekening Retur Penjualan
12. Rekening Potongan Pembelian
13. Beban Pemasaran
14. Beban Administrasi dan Umun

sumber:http://zahara-17.blogspot.com/2009/12/koperasi-konsumen.html

Koperasi Produsen

Koperasi produksi / Koperasi Produsen adalah koperasi beranggotakan para pengusaha kecil menengah(UKM) dengan menjalankan kegiatan pengadaan bahan baku dan penolong untuk anggotanya. Atau dapat disederhanakan definisinya mengenai koperasi produksi menjadi organisasi koperasi  yang menghasilkan/membuat/menciptakan barang , jasa ataupun produk yang dibutuhkan  oleh anggota koperasi tersebut pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
Salah satu koperasi produksi atau koperasi produsen yang terkenal dan sudah berdiri sejak lama di Indonesia adalah GKSI (gabuungan koperasi susu indonesia). Berikut ini adalah sejarah dan perkembangan tentang koperasi produksi susu di Indonesia :
KAJIAN KOPERASI PERSUSUAN
DI JAWA BARAT
Oleh:
Achmad Firman, SPt., MSi
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Pendahuluan
Usaha persusuan sudah sejak lama dikembangkan di Indonesia. Seiring dengan perkembangan waktu, perkembangan persusuan di Indonesia dibagi menjadi tiga tahap perkembangan, yaitu Tahap I (periode sebelum tahun 1980) disebut fase perkembangan sapi perah, Tahap II (periode 1980 – 1997) disebut periode peningkatan populasi sapi perah, dan Tahap III (periode 1997 sampai sekarang) disebut periode stagnasi. Pada tahap I, perkembangan peternakan sapi perah dirasakan masih cukup lambat karena usaha ini masih bersifat sampingan oleh para peternak. Pada tahap II, pemerintah melakukan impor sapi perah secara besar-besara pada awal tahun 1980-an. Tujuan dilakukannya impor besar-besaran adalah untuk merangsang peternak untuk lebih meingkatkan produksi susu sapi perahnya. Selain itu, peningkatan populasi sapi perah ditunjang oleh permintaan akan produk olahan susu yang semakin meningkat dari masyarakat. Di samping itu, pemerintah mencoba melalukan proteksi terhadap peternak rakyat dengan mengharuskan Industri Pengolahan Susu (IPS) untuk menyerap susu dari peternak. Sedangkan untuk tahap III, perkembangan sapi perah mengalami penurunan dan stagnasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh kejadian krisis ekonomiyang melanda Indonesia. Di samping itu, pemerintah mencabut perlindungan terhadap peternak rakyat dengan menghapus kebijakan rasio susu impor dan susu lokal terhadap IPS (Inpres No.4/1998). Kebijakan ini sebagai dampak adanya kebijakan global menuju perdagangan bebas barrier. Berdasarkan dengan kebijakan tersebut, maka peternak harus mampu bersaing dengan produk susu dari luar negeri, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.3
Permasalahan Persusuan di tingkat Peternak
Seiring dengan perkembangan peternakan sapi perah di Indonesia, berbagai permasalahan persusuan pun semakin bertambah pula baik permasalahan dari sisi peternak, koperasi, maupun dari industri pengolahan susu. Sejak dilakukan impor sapi perah secara besar-besaran dari Australia dan New Zealand pada awal tahun 1980-an, ternyata produktivitas usahaternak rakyat masih tetap rendah seolah jalan ditempat, karena manajemen usahaternak dan kualitas pakan yang diberikan sangat tidak memadai. Memperbaiki manajemen peternakan
rakyat merupakan problema yang cukup komplek, tidak hanya merubah sikap peternak tetapi juga bagaimana menyediakan stok bibit yang baik dan bahan pakan yang berkualitas dalam jumlah yang memenuhi kebutuhan. Dampaknya terlihat pada rendahnya kualitas susu yang ditunjukkan oleh tingginya kandungan bakteri (Total Plate Count = TPC) dan rendahnya nilai total solid (TS) masih dibawah rata-rata yaitu di bawah 11,3%. Dengan kata lain, permasalahan yang terjadi di tingkat peternak adalah tingkat kualitas susu yang dihasilkan masih sangat rendah, baik dari sisi total bakteri (TPC) ataupun Total Solid (TS).
Permasalahan Persusuan di Tingkat Lembaga Koperasi
Sebagai lembaga yang mengelola persusuan dari peternak dan mendistribusikan kepada IPS serta sebagai perwakilan peternak dalam memperjuangkan aspirasi peternak, koperasi mempunyai peran yang cukup strategis untuk menopang perkembangan persusuan di Indonesia. Perkembangan dari koperasi persusuan tergantung pada mekanisme yang terjadi di koperasi tersebut. Bila para pengurus koperasi yang menjalankan roda perkoperasiannya tidak amanah, maka dapat berdampak pada kehancuran dari peternakan susu yang berada di wilayah tersebut. Berbagai kasus yang berkenaan dengan bangkrutnya koperasi susu telah terjadi dibeberapa wilayah persusuan di Jawa Barat.
Permasalahan Pasar Bebas
Belum lagi selesai permasalah di atas, muncul era perdagangan bebas khususnya di kawasan ASEAN (AFTA= Asian Free Trade Association) di mana Indonesia mau tidak mau atau suka tidak suka harus ikut dalam kancah global tersebut. Dalam perdagangan bebas tersebut, restriksi perdagangan terutama tariff bea masuk setahap demi setahap harus dikurangi sampai mencapai 0 %. Dengan adanya perdagangan bebas ini, produk susu segar impor dapat memasuki pasaran Indonesia dengan mudah. Satu sisi, hal ini dapat memberikan peluang dan kesempatan pada konsumen untuk memilih produk susu yang mereka inginkan sesuai dengan kualitas dan harga yang dapat mereka jangkau. Tapi di sisi lain, hal ini dapat menyebabkan keterpurukan bagi para peternak sapi perah karena ketidakmampuan bersaing dalam sisi harga, kualitas, dan produksi susu dibandingkan dengan susu impor. Kondisi inilah yang menyebabkan para peternak sapi perah kembali tidak bergairah untuk meneruskan usaha peternakan sapi perahnya. Berdasarkan berbagai permasalahan di atas, ada dua dampak yang dapat terjadi, yaitu hancurnya peternakan sapi perah di Indonesia atau tetap exist-nya peternakan sapi perah di Indonesia. Kehancuran peternakan sapi perah dapat terjadi bila para pelaku tidak berjalan sebagaimana mestinya, misalnya pelaku yang satu menekan pelaku yang lain. Namun dapat pula peternakan sapi perah di Indonesia tetap exist bila secara sigap seluruh pelaku dapat memperbaiki kondisi yang ada dalam menghadapi tatangan global dan kompetisi perdagangan yang semakin ketat.
Sebaran Sentra Produksi Susu Segar
Uraian di atas mencoba menggambarkan permasalahan dan tatangan yang harus dihadapi oleh agribisnis peternakan sapi perah di Indonesia di masa yang akan datang. Kemampuan kualitas peternak, dukungan pihak koperasi dan pemerintah, serta peran sektor swasta khususnya industri pengolahan susu merupakan kunci dari keberhasilan dari agribisnis peternakan sapi perah di Indonesia, khususnya di Jawa Barat. Sebagai propinsi yang memiliki jumlah populasi sapi perah terbesar ke tiga setelah Propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah, maka Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra peternakan sapi perah bagi Indonesia. Sebagai sentra peternakan sapi perah di Indonesia, sudah merupakan keharus bagi Propinsi Jawa Barat untuk terus meningkatkan populasinya agar produksi susu yang dihasilkan terus meningkat.  Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat beberapa sentra pengembangan sapi perah di Jawa Barat. Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut merupakan sentra produksi susu segar terbesar di Jawa Barat dilihat dari sisi populasi ternaknya. Di samping kabupaten tersebut di atas, beberapa kabupaten lain yang cukup potensial bagi pengembangan peternakan sapi perah di Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Tasikmalaya. Rata-rata seluruh wilayah yang menjadi pusat pengembangan sapi perah di Jawa Barat berada di wilayah yang bertopografi pegunungan. Keberadaan lokasi bagi pengembangan sapi perah harus sesuai dengan kebiasaan dari ternak sapi perah itu sendiri, khususnya sapi perah FH, sebab tidak semua tempat cocok untuk pengembangan sapi perah FH yang banyak dikembangkan di Jawa Barat ini. Oleh karena itu, penyebaran populasi sapi perah hanya terpusat pada wilayah-wilayah yang cocok dengan kebiasaan sapi perah FH.
Perkembangan Populasi dan Produksi di Jawa Barat
Saat ini sebagian besar usaha peternakan sapi perah dikelola oleh peternakan sapi perah rakyat dengan skala usaha yang tidak ekonomis. Berdasarkan beberapa hasil penelitian di Jawa Barat, skala usaha peternak sapi
perah adalah sekitar 5,8 ekor per unit usaha dengan kemampuan produksi sekitar 11,6 liter/ekor/hari (Chai, dkk, 1996). Sedangkan menurut Makin (1998) rataan kemampuan produksi susu di Jawa Barat sekitar 8,20 kg/ekor/hari dengan skala usaha 3,3 ekor/peternak . Pada saat krisis ekonomi terjadi (1997-1998), sapi perah di Jawa Barat mengalami penurunan populasi dan produksi yang sangat tajam (lihat Tabel 2). Data ini, sebenarnya perlu dipertanyakan. Sebab, penurunan populasi dalam periode yang sangat pendek (selama dua tahun sejak 1996-1998) sebesar 40.537 ekor (33,84 %) tidak rasional, walaupun mungkin telah terjadi pengurasan populasi sebagai dampak dari krisis ekonomi namun jumlahnya diduga tidak
sebesar itu. Hal ini merupakan masalah tersendiri sehingga sistem pendataan perlu mendapat perhatian khusus.
Produksi susu hasil peternakan rakyat sebagian besar disalurkan ke Koperasi/KUD persusuan yang kemudian di pasarkan kepada Industri Pengolah Susu. Koperasi memberikan pelayanan kepada peternak sebagai anggotanya,  berupa pemasaran hasil produksinya juga melayani kebutuhan konsentrat, obat-obatan, IB dan memberikan fasilitas penyaluran kredit. Berdasarkan mekanisme kerja tersebut, seyogyanya peternakan sapi perah rakyat dapat berkembang  dengan baik. Akan tetapi realitanya tidak demikian Pada kenyataannya usaha peternakan sapi perah rakyat ini dihadapkan dalam dua masalah besar, yaitu masalah zooteknik dalam menghadapi pasar global  serta masalah kelembagaan sosial ekonomi yang kurang mendukung terhadap
kinerja usahanya. Kedua aspek tersebut, seperti lingkaran setan yang saling berkaitan sehingga mengakibatkan perkembangan usaha peternakan rakyat dalam kurun waktu dua puluh tahun ini seperti jalan di tempat.
Koperasi produksi Persusuan
Sistem agribisnis pada komoditas susu segar yang terjadi di Indonesia menganut sistem kerjasama vertikal. Distribusi susu mengalir dari peternak ke koperasi dan langsung didistribusikan ke IPS. Sebagian besar produksi susu segar yang dihasilkan berasal dari peternakan rakyat sedangkan koperasi hanya sebagai pengumpul, pemberi layanan input produksi, dan mendistribusikan susu tersebut kepada IPS. Sistem ini dikenal dengan sistem cluster. Oleh karena itu keberadaan koperasi sangat berperan sekali didalam menunjang sistem cluster ini. Keterbentukan koperasi seiring dengan perkembangan peternakan sapi perah di Indonesia. Koperasi merupakan wadah yang digunakan oleh para peternak untuk meningkatkan kesejahteraannya. Di mana koperasi tersebut bertugas memberikan suplai input produksi berupa konsentrat, inseminasi buatan, dan sebagainya dan sekaligus menampung susu dari peternak untuk dijual ke IPS.  Koperasi/KUD susu mengalami jaman keemasan pada saat impor sapi perah secara besar-besaran antara tahun 1980 – 1990-an, kini perannya seolah berkurang bahkan cenderung tidak dipercaya anggotanya. Persaingan usaha antar koperasi dan posisi tawar peternak sapi perah yang lemah merupakan indikasi ketidak mampuan koperasi/KUD susu mengendalikan bisnis persusuan di era pasar bebas. Sejak Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) terbentuk pada akhir tahun 1970-an hingga kini, produktivitas usahaternak sapi perah rakyat masih tetap rendah, seolah bisnis ini jalan ditempat. Kondisi tersebut dikarenakan manajemen usahaternak, kualitas pakan dan bibit sapi yang tersedia sangat tidak memadai. Memperbaiki manajemen peternakan rakyat merupakan problema yang cukup komplek, tidak hanya merubah sikap peternak tetapi juga bagaimana menyediakan stok bibit yang baik dan bahan baku pakan yang berkualitas dalam jumlah yang memenuhi kebutuhan. Dampak lemahnya usaha ini terlihat pada rendahnya produksi dan kualitas susu. Kesemuanya sebagai akibat dari sistem
manajemen usaha yang tradisional, sehingga harga susu yang terbentuk di tingkat peternak menjadi rendah.
Seperti yang telah diungkapkan di atas bahwa lebih dari 80% jumlah produksi susu segar dari peternak dijual ke IPS. Oleh karena itu, peran koperasi sangat penting untuk membela kepentingan peternak. Selama ini koperasi adalah sebagai mitra peternak sapi perah dalam mengupayakan perbaikan harga susu segar yang diterima peternak oleh IPS. Dasar pijakan yang digunakan oleh para peternak dan IPS adalah apabila nilai TPC antara 10 – 15 juta dan nilai TS sebesar 11,3%, maka peternak akan memperoleh harga sebesar Rp 1.825/liter susu segar. Pada tahun 2005, seiring dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), maka koperasi pun mulai mengusahakan kembali untuk menaikkan harga susu segar ke IPS yang dimotori oleh Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI).  Tingkat harga yang diinginkan oleh peternak untuk perliter susu segarnya adalah Rp 2.300 per liter. Tingkat harga tersebut tetap mengikuti kaidah standar yang
ditetapkan, yaitu TPC termasuk dalam grade VI (antara 10 – 15 juta) dan nilai TS sebesar 11,3%. Sebagai gambaran bahwa mutu kualitas susu yang ditentukan oleh kandungan bakteri di dalam susu terdapat 8 grade, yaitu grade I mempunyai nilai TPC antara 1-500 ribu, grade II mempunyai nilai TPC antara 500 ribu – 1 juta,
grade III mempunyai nilai TPC antara 1 juta – 3 juta, grade IV mempunyai nilai TPC antara 3 juta – 5 juta, grade V mempunyai nilai TPC antara 5 juta – 10 juta, grade VI mempunyai nilai TPC antara 10 juta – 15 juta, grade VII mempunyai nilai TPC antara 15 juta – 20 juta, dan grade VIII mempunyai nilai TPC di atas 20 juta. Tentunya ke semua grade tersebut mempunyai nilai harganya masing-masing atau dengan kata lain adanya bonus bagi peternak bila melebihi standar yang ditetapkan. Begitu pentingnya koperasi persusuan, maka keberadaannya sangat penting sebagai penyangga atau buffer antara peternak dan IPS. Kepetingan peternak merupakan tujuan utama dari koperasi dalam meningkatkan perbaikan harga susu segar yang diterima peternak. Namun, perlu diingatkan pula bahwa bila koperasi hanya menggantungkan penjualan susunya hanya pada satu sumber, yaitu IPS maka pihak koperasi harus bersiap-siap untuk tidak diterima susunya oleh IPS karena pemerintah telah mengeluarkan peraturan yang membebaskan IPS untuk membeli susu dari mana saja. Berdasarkan data ynag dikemukakan oleh Supodo Budiman (2003) menunjukkan bahwa jumlah koperasi persusuan yang ada di Indonesia mengalami peningkatan dari 27 koperasi pada tahun 1979 menjadi 231 koperasi tahun 2002. Hal ini membuktikan bahwa keberadaan koperasi sangat dibutuhkan oleh peternak sapi perah. Adapun jumlah kepemilikan sapi perah per koperasi/KUD adalah sebagai berikut: pada tahun 1979 populasi sapi perah sebanyak 5.987 ekor sedangkan pada tahun 2002 mencapai 279.652 ekor yang berada dibawah koordinasi koperasi. Jumlah produksi susu yang dihasilkan sebanyak 12,61 ribu ton susu segar pada tahun 1979 menjadi 451,33 ribu ton susu segar pada tahun 2002. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. Perkembangan perkoperasian persusuan di Propinsi Jawa Barat. Berdasarkan laporan GKSI Jawa Barat (2004), jumlah koperasi persusuan yang berada dinaungan GKSI Jawa Barat sejumlah 44 buah koperasi. Namun pada perkembangannya hanya 24 koperasi saja yang aktif. Jika dilihat dari jumlah produksi susu yang dihasilkan oleh tiap koperasi, terdapat empat koperasi yang  menduduki jumlah produksi susu terbanyak, yaitu di Kabupaten Bandung terdapat KPSBU Lembang, KPBS Pangalengan, Sarwa Mukti, dan di Kabupaten Sumedang adalah KSU Tandangsari. Berdasarkan perkembangan koperasi di Jawa Barat tersebut, maka terdapat 20 koperasi yang sudah tidak aktif lagi. Sedangkan dari 24 koperasi yang aktif, terdapat beberapa koperasi yang sudah tidak mampu lagi beroperasional, seperti KUD Pasir Jambu Kabupaten Bandung dan KUD Cilawu Kabupaten Garut. Hasil analisis dilapangan, kejadian tidak beroperasionalnya koperasi persusuan sebagian besar diakibatkan oleh faktor sumber daya manusianya, khususnya para pengurus koperasi. Banyak para pengurus koperasi yang tidak amanah menjalankan bisnis perkoperasiannya. Di samping itu, manajemen pengelolaannya lebih cenderung bersifat keluarga karena ada di beberapa koperasi yang pengurus dan karyawannya bertalian saudara satu sama lainnya sehingga hal ini dapat berdampak buruk pada perkembangan koperasi. Oleh karena itu, apabila koperasi dapat menjalankan usahanya dengan baik harus dilakukan secara profesional dan tidak melibatkan keluarga didalam kepengurusannya. Apabila koperasi tersebut bangkrut maka akan merusak banyak peternak yang menjadi anggotanya. Adapun perkembangan populasi sapi perah dan produksi susu dari seluruh koperasi persusuan yang ada di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 4 Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa koperasi-koperasi seperti KPSBU Lembang, KSU Tandangsari, KPBS Pangalengan, KUD Puspa Mekar, KUD Sarwa Mukti, KUD Cikajang, dan KUD Bayongbong merupakan koperasi yang mempunyai jumlah produksi susu segar lebih dari 8 juta ton. Berdasarkan data tersebut pula dapat ditunjukkan bahwa peternak rakyat mendominasi pesapiperahan di Jawa

hukum koperasi syariah

Koperasi atau cooperation atau اَلْجَمْعِيَّاتُ التَّعَاوُنِيَةُ adalah salah satu bentuk badan hukum yang muncul, dikenal, diakui dan dipraktikkan secara implementatif dalam sistem perekonomian kapitalisme, sama seperti perseroan terbatas (PT) alias limited corporation alias شِرْكَاتُ الْمُسَاهَمَةِ. Artinya, koperasi tidak pernah dikenal dalam Islam dan memang bukan bagian dari syariah Islamiyah serta belum pernah dipraktikkan sepanjang kehidupan Islami sejak abad ke-6 masehi hingga tanggal 3 Maret 1924 (lebih dari 13 abad).
Namun sejak sirnanya kehidupan Islami dalam wadah Khilafah Islamiyah lalu berganti secara total dengan kehidupan berbasis sekularisme yakni demokrasi dalam pemerintahan dan kapitalisme dalam perekonomian, maka sejak itu juga mulai bermunculan satu per satu badan hukum kapitalistik antara lain adalah koperasi.
Tragisnya, seiring dengan semakin bodohnya umat Islam untuk membedakan mana Islam dan mana bukan Islam (kekufuran) maka semakin memberikan keleluasaan kepada kaum kufar melalui antek-antek dan hamba sahaya mereka dari kalangan kaum muslim sendiri untuk mengemas berbagai konsepsi yang ada dalam ideologi mereka dengan menempelkan label Islam, sehingga saat ini terwujud asuransi syariah, perbankan syariah, lembaga pembiayaan syariah, pegadaian syariah dan termasuk koperasi serba usaha syariah dengan julukan lain BMT (baitul mal wattamwil).
Dengan demikian, koperasi, PT dan lainnya adalah haram dalam pandangan Islam karena bentuk muamalah yang tidak pernah dikenal dalam Islam alias bukan bagian dari syariah Islamiyah. Lebih dari itu, keharaman koperasi dan lainnya tersebut juga nampak dari penyimpangan realitasnya masing-masing dari ketentuan rukun aqad dalam Islam.
Muamalah dalam Islam wajib diawali dengan aqad dan wajib memenuhi tiga rukun aqad supaya muamalahnya sah. Tiga rukun aqad tersebut adalah : (a) dua belah pihak yang beraqad atau اَلْعَاهِدَانِ الْعَاقِدَانِ, (b) perkara yang dijadikan objek dalam aqad atau اَلْمَعْقُوْدُ بِهِ dan (c) ijab – qabul atau اَلإِيْجَابُ وَالْقَبُوْلُ. Rumusan rukun aqad ini ditunjukkan oleh pernyataan Rasulullah saw :
قَالَ اللَّهُ ثَلَاثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِ أَجْرَهُ (رواه البخاري
Allah berkata : ada tiga manusia yang Aku pasti menentang mereka pada hari qiyamah : seseorang yang memberikan sesuatu atas nama Aku lalu mengambilnya lagi, seseorang yang menjual manusia merdeka (bukan hamba sahaya) lalu dia makan harganya dan seseorang yang mempekerjakan seorang buruh lalu si buruh telah memenuhi kewajibannya namun dia tidak memberikan upah kepadanya (si buruh) (HR Bukhari)

إِذَا اسْتَأْجَرْتَ أَجِيرًا فَأَعْلِمْهُ أَجْرَهُ (رواه النسائي

Jika kamu mempekerjakan seorang buruh maka beritahukanlah kepadanya upahnya (HR Nasa’i)

Apabila rukun aqad dalam Islam tersebut dipetakan kepada realitas koperasi (juga lainnya), maka koperasi adalah haram karena tidak memenuhi rukun aqad yang pertama yaitu dua belah pihak yang terlibat dalam aqad.  Koperasi menempatkan rapat anggota sebagai pemegang wewenang tertinggi, sehingga apa pun keputusan rapat anggota adalah wajib dilaksanakan oleh pengurus koperasi. Di sinilah persoalannya yakni apa kedudukan rapat anggota itu, sebagai pemilik koperasi (صَاحِبُ الشِّرْكَةِ) ataukah pemodal (رَبُّ الْمَالِ) ataukah majikan (اَلْمُسْتَأْجِيْرُ)? Hal yang sama juga berkenaan dengan pengurus koperasi, yakni apakah sebagai pengelola (اَلْمُضَارِبُ) ataukah sebagai pekerja (اَلأَجِيْرُ)? Pada realitas koperasi sama sekali tidak dapat dipastikan sebagai apa kedudukan rapat anggota maupun pengurus koperasi, sehingga inilah yang menjadikan aqad koperasi tidak sah yang berakibat muamalah koperasi adalah muamalah yang bathilah alias haram dilanjutkan. Jika dipaksakan dilanjutkan, maka semua aktivitas muamalah yang diselenggarakan dalam koperasi adalah tidak sah walaupun itu sesuai dengan ketentuan syariah Islamiyah, misalnya syirkah mudharabah alias kerjasama bagi hasil. [Ust. Ir. Abdul Halim]

sumber:http://keepfight.wordpress.com/2011/11/24/hukum-koperasi-syariah/

belajar koperasi

Lebih Jauh tentang Koperasi

bung-hatta-wikipedia.jpgSebagai Bapak Koperasi Indonesia, Bung Hatta pernah berkata : bukan Koperasi namanya manakala di dalamnya tidak ada pendidikan tentang Koperasi.
Meskipun sudah berusia 60 tahun lebih (dan 61 tahun pada tanggal 12 Juli 2008 nanti) apa itu Koperasi belum begitu dipahami dengan benar oleh bangsa Indonesia. Bahkan banyak paara anggota Koperasi yang belum tahu makna dari mahluk yang bernama Koperasi ini.
Koperasi: Mahluk apa itu?
Koperasi adalah asosiasi [1] orang-orang yang bergabung dan melakukan usaha bersama atas dasar prinsip-prinsip Koperasi, sehingga mendapatkan manfaat yang lebih besar dengan biaya yang rendah melalui perusahaan yang dimiliki dan diawasi secara demokratis oleh anggotanya.
Koperasi bertujuan untuk menjadikan kondisi sosial dan ekonomi anggotanya lebih baik dibandingkan sebelum bergabung dengan Koperasi.
Dari pengertian di atas dapat diuraikan sebagai berikut:
  1. Asosiasi orang-orang. Artinya, Koperasi adalah organisasi yang terdiri dari orang-orang yang terdiri dari orang-orang yang merasa senasib dan sepenanggungan, serta memiliki kepentingan ekonomi dan tujuan yang sama.
  2. Usaha bersama. Artinya, Koperasi adalah badan usaha yang tunduk pada kaidah-kaidah ekonomi yang berlaku, seperti adanya modal sendiri, menanggung resiko, penyedia agunan, dan lain-lain.
  3. Manfaat yang lebih besar. Artinya, Koperasi didirikan untuk menekan biaya, sehingga keuntungan yang diperoleh anggota menjadi lebih besar.
  4. Biaya yang lebih rendah. Dalam menetapkan harga, Koperasi menerapkan aturan, harga sesuai dengan biaya yang sesungguhnya, ditambah komponen lain bila dianggap perlu, seperti untuk kepentingan investasi.
Menurut UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, pengertian Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Sementara menurut ICA[2] Cooperative Identity Statement, Manchester, 23 September 1995, Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya bersama melalui perusahaan yang mereka miliki bersama dan mereka kendalikan secara demokratis.
Prinsip-prinsip Koperasi[3]
Koperasi bekerja berdasarkan beberapa prinsip. Prinsip ini merupakan pedoman bagi Koperasi dalam melaksanakan nilai-nilai Koperasi.
  1. Keanggotaan sukarela dan terbuka. Koperasi adalah organisasi yang keanggotaannya bersifat sukarela, terbuka bagi semua orang yang bersedia menggunakan jasa-jasanya, dan bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan, tanpa membedakan gender, latar belakang sosial, ras, politik, atau agama.
  2. Pengawasan oleh anggota secara demokratis. Koperasi adalah organisasi demokratis yang diawasi oleh anggotanya, yang secara aktif menetapkan kebijakan dan membuat keputusaan laki-laki dan perempuan yang dipilih sebagai pengurus atau pengawas bertanggung jawab kepada Rapat Anggota. Dalam Koperasi primer, anggota memiliki hak suara yang sama (satu anggota satu suara) dikelola secara demokratis.
  3. Partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi. Anggota menyetorkan modal mereka secara adil dan melakukan pengawasan secara demoktaris. Sebagian dari modal tersebut adalah milik bersama. Bila ada balas jasa terhadap modal, diberikan secara terbatas. Anggota mengalokasikan SHU untuk beberapa atau semua dari tujuan seperti di bawah ini : a) Mengembangkan Koperasi. Caranya dengan membentuk dana cadangan, yang sebagian dari dana itu tidak dapat dibagikan. b) Dibagikan kepada anggota. Caranya seimbang berdasarkan transaksi mereka dengan koperasi. c) Mendukung keanggotaan lainnya yang disepakati dalam Rapat Anggota.
  4. Otonomi dan kemandirian. Koperasi adalah organisasi otonom dan mandiri yang diawasi oleh anggotanya. Apabila Koperasi membuat perjanjian dengan pihak lain, termasuk pemerintah, atau memperoleh modal dari luar, maka hal itu haarus berdasarkan persyaratan yang tetap menjamin adanya upaya: a) Pengawasan yang demokratis dari anggotanya. b) Mempertahankan otonomi koperasi.
  5. Pendidikan, pelatihan dan informasi. Koperasi memberikan pendidikan dan pelatihan bagi anggota, pengurus, pengawas, manager, dan karyawan. Tujuannya, agar mereka dapat melaksanakan tugas dengan lebih efektif bagi perkembangan Koperasi. Koperasi memberikan informasi kepada maasyarakat umum, khususnya orang-orang muda dan tokoh-tokoh masyaralat mengenai hakekat dan manfaat berkoperasi.
  6. Kerjasamaa antar koperasi. Dengan bekerjasama pada tingkat lokal, regional dan internasional, maka: a) Gerakan Koperasi dapat melayani anggotanya dengan efektif. b) Dapat memperkuat gerakan Koperasi.
  7. Kepedulian terhadap masyarakat. Koperasi melakukan kegiatan untuk pengembangan masyarakat sekitarnya secara berkelanjutan melalui kebijakan yang diputuskan oleh Rapat Anggota.
Sementara itu Prinsip Koperasi menurut UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian adalah:
  1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka.
  2. Pengelolaan dilakukan secara demokratis.
  3. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota.
  4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.
  5. Kemandirian.
  6. Pendidikan perkoperasian.
  7. Kerja sama antar Koperasi.
Sumber: Tim LAPENKOP Nasional, Lebih Mengenal Koperasi, Diterbitkan oleh LAPENKOP Nasional, Gedung D-III Lantai II, Kampus IKOPIN, Jl. Raya Bandung Sumedang Km 20,5 Jatinangor – Bandung 40600, www.lapenkop.coop, Lapenkop@lapenkop.coop



[1] Asosiasi berbeda dengan kelompok. Asosiasi terdiri dari orang-orang yang memiliki kepentingan yang sama. Lazimnya, yang menonjol adalah kepentingan ekonominya. Sedangkan kelompok terdiri dari orang-orang yang belum tentu memiliki kepentingan yang sama. Umumnya yang menonjol adalah unsul sosialnya.
[2] ICA adalah gabungan gerakan Koperasi internasional yang beranggotakan 700 juta orang lebih, berasal dari 70 negara, berpusat di Genewa, Swiss. Untuk wilayah Asia-Pasifik berkantor di New Dehli, India.
[3] Prinsip yang dianut oleh gerakan Koperasi internasional saat ini adalah yang dicetuskan pada kongres ICA (International Cooperative Alliance) di Mancchester, Inggris pada tanggal 23 September 1995.

Monday, January 14, 2008

POKOK-POKOK PIKIRAN DEWAN KOPERASI INDONESIA:


  1. Dewan Koperasi Indonesia mendukung sikap politik Presiden RI yang menegaskan tentan pentingnya pelaksanaan ekonomi pasar yang berorientasi sosial. Karena itu, Dewan Koprasi Indonesia mendukung upaya untuk mengoreksi pemilikan asing dengan cara membatasi penguasaan dan pemilikan asing yang telah mendominasi wilayah kedaulatan ekonomi nasional. Harus kita sadari mandat konstitusi tidak dapat menjadi barang titipan kepada pihak asing;
  2. Dewan Koperasi Indonesia mengharapkan pemerintah dengan tegas merumuskan kembali ketentuan yang ada agar terselenggara perlindungan kepada kepentingan rakyat jelata khususnya yang menyangkut pengusahaan air, penguasaan dan pengusahaan tanah dan kekayaan yang terkandung didalamnya serta berbagai industri strategis yang menyangkut kepentingan keamanan dan hajat hidup orang banyak seperti industri telekomunikasi, perbankan, dan industri farmasi. Secara khusus Dewan Koperasi Indonesia meminta peninjauan kembali Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal agar sesuai dengan mandat konstitusi;
  3. Dewan Koperasi Indonesia menyadari bahwa sebagian dari penyimpangan konstitusional yang terjadi bukanlah semata-mata karena kurangnya peraturan, namun karena kelemahan apartur di tingkat pusat dan daerah yang telah gagal menangkap amanat konstitusi dan kepentingan rakyat jelata. Karena itu Dewan Koperasi Indonesia mendukung berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah secara khusus dalam hal pemberantasan korupsi serta penertiban penggunaan anggaran agar pelayanan publik dapat terselenggara secara optimal. Hal yang sama untuk terselenggaranya efisiensi birokrasi sehingga terhindar dari ‘ekonomi biaya tinggi’ melalui standarisasi dan otomatisasi serta transparansi pelayanan publik khususnya untuk mendorong kegiatan usaha;
  4. Dalam situasi keprihatinan dengan terjadinya berbagai bencana di tanah air, Dewan Koperasi Indonesia telah dan akan terus mendukung untuk lebih cepatnya penanganan darurat bencana secara lebih partisipasif sebagai tugas kolektif seluruh bangsa serta upaya pemulihan ekonomi rakyat di daerah bencana.
Jakarta, 7 Januari 2008
DEWAN KOPERASI INDONESIA
KETUA UMUM

ADI SASONO
(Pokok-pokok Pikiran ini saya ambil dari sini.)

Friday, January 11, 2008

KOPERASI: Sokoguru Ekonomi Indonesia?

Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dikatakan bahwa KOPERASI adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum Koperasi dengan berlandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Sementara itu dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum diamandemen) kata KOPERASI ini disebut dan dicantumkan dalam penjelasan pasal 33. Namun setelah amandemen, penjelasan atas pasal-pasal dari UUD 1945 dimasukkan dalam batang tubuh. Entah sengaja atau karena khilaf, ternyata kata KOPERASI ini tidak ikut masuk. Alias ketinggalan atau malah ditinggalkan?
Nampaknya para penyusun UU No. 22 Tahun 1992 itu (Presiden dan DPR) sudah lupa bahwa para founding father kita bercita-cita untuk menjadikan KOPERASI sebagai sokoguru perekonomian Indonesia. KOPERASI dianggap sebagai badan usaha yang terlalu banyak merepoti pemerintah. Karena banyak kredit program yang diterima KOPERASI (utamanya KUD) raib diselewengkan pengelolanya.
Namun kenyataan di lapangan, berbicara lain. Saat Indonesia mengalami krisis berkepanjangan, justru eksistensi KOPERASI nampak nyata. Saat hampir semua bank-bank besar macam BCA, Bank Lippo (bank swasta) , maupun bank pemerintah: Bank Bumi Daya, Bank Bapindo dan Bank Dagang Negara (yang kemudian ketiga bank terakhir dilebur menjadi Bank Mandiri) dan banyak bank lain pada colaps, KOPERASI masih bisa menjadi tumpuan anggota dan masyarakatnya dalam hal melayani keperluan modal.
Tak bisa dibayangkan, manakala saat itu, selain bank, KOPERASI juga ikut colaps, pasti akan semakin banyak jumlah angkatan kerja yang mengalami PHK.
Meskipun demikian, sampai sekarang, di mata perbankan, posisi tawar KOPERASI masih dipandang sebelah mata. Untuk bisa memperoleh kredit, di banyak bank, perlu KOPERASI melengkapi banyak persyaratan yang sering merepotkan. Memang banyak KOPERASI yang nakal. Tapi masih lebih banyak KOPERASI yang baik.
KOPERASI dan koperasi, dalam praktek, ada bedanya. KOPERASI (yang sejati) dibentuk dari, oleh dan untuk memenuhi kebutuhan anggota. Sementara koperasi dibentuk seorang seorang pemodal yang ingin memutar uangnya di koperasi. Hal ini dimungkinkan, karena untuk membentuk koperasi, pasca reformasi, sangatlah mudah.
Dulu, badan hukum KOPERASI harus disahkan oleh Kantor Wilayah Koperasi Propinsi Jawa Timur, selaku wakil dari Pemerintah. Sekarang, cukup disahkan oleh Dinas Koperasi Kabupaten/Kota saja.
Sejatinya KOPERASI dibentuk demi untuk kesejahteraan anggotanya. Sementara koperasi dibentuk demi keuntungan pemodal semata. Ibaratnya PT berbaju koperasi. Bahkan, tak jarang, mereka (para pemodal) itu rela membeli badan hukum KOPERASI yang sudah tidak aktif lagi dengan nilai tak kurang dari puluhan juta rupiah.
Jadi, ketika UUD 1945 sudah menganggap tidak perlu untuk mencantumkan lagi kata KOPERASI, ketika perbankan masih memandang KOPERASI dengan sebelah mata, ketika banyak PT yang beroperasi dengan kedok koperasi, MASIHKAH KOPERASI DIANGGAP SEBAGAI SOKOGURU PEREKONOMIAN INDONESIA? 

koperasi indonesia terjebak kamuflase


KOPERASI INDONESIA TERJEBAK KAMUFLASE KEBERPIHAKAN NEGARA


Koperasi Indonesia terpuruk salah siapa? Negara yang tidak berpihak kepada koperasi atau dekopin yang abai dengan tugasnya? para pelaku koperasi seolah sepakat pemerintah dan juga dekopin keliru menempatkan koperasi pada porsinya. Fakta empiris yang menunjukan tumpulnya peran koperasi indonesia mencapai tujuan dasar mensejahterakan anggota seolah menjadi pembenar dari tesis bahwa keterpurukan koperasi indonesia karena pemerintah lebih berpihak kepada kapitalis. Sampai pada titik ini kita mungkin sepakat.

Seorang tokoh ekonomi kerakyatan (alm) Pak Muby mengatakan yang intinya kurang lebih bahwa selama Indonesia menganut ekonomi kapitalis bukan pancasila maka koperasi tidak akan berkembang. Dari prespektif idiologis benarlah adanya bahwa sebagai negara seharusnya Indonesia konsisten menentukan kebijakan sesuai dasar negara bukan permintaan pasar apalagi tekanan politis negara lain. Logikanya ketika negara memplokamirkan diri sebagai pancasialis tapi pada prakteknya dia justru kapitalis maka bisa dipastikan dia tidak akan pernah mencapai tujuan negara.

Ironis memang ketika negara lain berusaha menunjukan eksistensi dengan menegakkan dasar negara yang kuat, Indonesia justru terjebak kedalam permainan politik ekonomi global yang justru tidak pernah menempatkan negara besar ini sebagai pemaian hanya sebagai obyek penderita. Pengurangan subsisdi dengan membuka pasar selebar2nya tanpa proteksi adalah ciri yang sangat kental dengan semangat kapitalisme ditambah lagi kepemilikan sumber daya alam oleh asing semakin menunjukan kearah mana bandul kebijakan pemerintah berayun.

Lantas kenapa pemerintah justru keberpihakan pemerintah justru semakin memperlebar sudut dengan cita2 proklamator tentang koperasi? Ralp Miliband mempunyi teori yang cukup relevan menggambarkan kondisi Indonesia saat ini Milibad mengatakan dalam sebuah negara kapitalis, kaum borjuis mempunyai hubungan yang dekat dengan para pejabat negara, ketimbang misalnya dengan kaum buruh dan kaum miskin lainnya. Mereka berteman di pesta-pesta gala, di lapangan golf, di seminar-seminar dan berbagai tempat lainnya. Karena itu, sudah sewajarnya bila kebijakan negara sedikit banyak terpengaruh oleh kepentingan kaum borjuis karena adanya hubungan yang bersifat pribadi ini. Kebijakan dan keputusan yang diambil para pejabat dari sebuah negara kapitalis cenderung menguntungkan kaum borjuasinya.

Peryataan Milibad ini kemudian diperkuat dengan Teori struktutral tentang negara dari Nicos Poulantzas. Poulantzas mengemukakan bahwa  negara, yang merupakan institusi masyarakat yang sangat penting, memiliki kebutuhan struktural yang membuat negara harus senantiasa mendukung kelas dominan. Poulantzas berpandangan bahwa negara berfungsi untuk menjaga stabilitas sosial politik dalam masyarakat. Dan, menurutnya stabilitas sosial politik dalam sebuah masyarakat kapitalis cenderung menguntungkan kaum borjuis. Karena, untuk bisa menciptakan stabilitas, negara harus membela kaum borjuis untuk mengembangkan dirinya. Hal ini karena negara melalui sistem perpajakan memperoleh pendapatan (terutama) dari keberhasilan kaum borjuis untuk mengembangkan modalnya. Untuk konteks ini, Poulantzas berasumsi bila kaum borjuis gagal mengembangkan dirinya, negara akan menghadapi permasalahan bagi pembiayaan kegiatan-kegiatannya. Ini mengandung makna bahwa jika negara menolong perkembangan kaum borjuis dalam sistem kapitalis dan negara memberikan banyak fasilitas kepada kaum ini, hal itu dilakukan secara ’terpaksa’ karena kebutuhan struktural negara itu sendiri.Kekuatan kapitalis ini yang tidak dimiliki Koperasi Indonesia.

Kenyataan bahwa amunisi untuk memperoleh tempat terhormat di sistem ekonomi negara sebagai soko guru perekonomian Indonesia kalah jauh dari "musuh"nya kapitalisme membuat "pekerja" koperasi terus meringkuk dipinggir dari hingar - bingar perekonomian negara. "Kekalahan" ini kemudian semakin di hiasi oleh bisikan2 menghasut yang ditiupkan oleh orang2 yang melabeli dirinya tokoh tetapi sebenarnya dia ingin lari dari kegagalanya bahwa koperasi indonesia terus terpuruk karena ketidak berpihakan pemerintah sehingga kooperator tidak perlu berbuat lain selain menengadah menunggu uluran yang berpihak dari pemerintah.

Sudah bukan zamanya koperasi terus berharap mendapat fasilitas penyaluran pupuk dan saprodi atau distribusi minyak goreng yang terbukti di korup, ada banyak koperasi yang berkembang bukan karena belas kasihan tetapi karena SDM yang handal dan daya saing yang tinggi. Jangan mengkambing hitamkan yang memang sudah hitam, coba tanyakan kepada koperasi2 besar dinegeri ini apakah mereka terganggu ketika konfilik dekopin dan wadah tunggal koperasi ini tidak mendapatkan jatah APBN? atau ketika Depkop dijadikan Kementrian Koperasi? Koperasi  tidak pernah merasa terganggu dengan kesemua itu yang terganggu tentu hanya mereka yang memang menggantungkan hidupnya disana. Jadi kenapa kita terus merintih karena tidak diperhatikan? bangkit dan berbuatlah yang terbaik sampai suatu saat nanti akan datang beberapa staf dinas koperasi ketempat anda dan mengatakan " ini koperasi binaan kami" meskipun anda tidak pernah merasa disentuh mereka anggukan saja kepala dan bersyukurlah bahwa kita tidak lagi mengkerdilkan arti sebuah keyakinan, jayalah Koperasi Indonesia.

sruktur organisasi koperasi


MANAJEMEN KOPERASI: STRUKTUR ORGANISASI KOPERASI 1


Manajemen koperasi kali ini membahas tentang struktur organisasi koperasi. setelah sebelumnya manajemen koperasi membahas tentang memahahami secara sederhana idiologi koperasi dasar, kita akan kembangkan ke point yang sedikit lebih kompleks. Tapi sebelumnya bagi anda yang tertarik dengan teori idiologi kunjungi posting kami tentang koperasi.

Kami akan mencoba menampilkan gambar struktur organisasi , dalam konteks ini gambar organisasi koperasi . Aspek ini merupakan bagian penting dari kesuksesan pengelolaan koperasi, kenapa demikian? pengertian struktur organisasi menyebutkan bahwa Struktur organisasi adalah konfigurasi peran formal yang didalamnya dimaksudkan sebagai prosedur, governansi dan mekanisme kontrol, kewenangan serta proses pengambilan kebijakan .

Struktur organisasi koperasi dibentuk sedemikan rupa sesuai dengan idiologi dan strategi pengembangan untuk memperoleh Strategic competitiveness sehingga setiap koperasi boleh jadi mempunyai bentuk yang berbeda secara fungsional karena menyesuaikan dengan strategi yang sedang dikembangkan tetepi secara basic idologi terutama terkait dengan perangkat organisasi koperasi akan menunjukan kesamaan

Ada baiknya kita sedikit membahas tentang perangkat organisasi koperasi. setidaknya dalam koperasi kita mengenal 3 perangkat organisasi yang jamak digunakan yaitu:

- Rapat Anggota
- Pengurus
- Pengawas

3 unsur diatas juga sering kita sebut sebagai perangkat manajemen koperasi. Bentuk ini tentu berbeda dengan organisasi perusahaan swasta berbentu PT misalnya, Perbedaan mendasar ini tidak saja dipengaruhi oleh idiologi tetapi juga aplikasi operasional manajemen. Berikut penjelasan singkat terkait dengan fungsi dan peran perangkar organisasi koperasi.


Perangkat organisasi koperasi Rapat Anggota (RA)
RA merupakan forum tertinggi koperasi yang dihadiri oleh anggota sebagai pemilik. Wewenang RA diantaranya adalah menetapkan
a. AD/ART
b. Kebijakan Umum Organisasi, Manajemen, dan usaha koperasi
c. Memilih, mengangkat, memberhantikan pengurus dan pengawas.
d. RGBPK dan RAPBK
e. Pengesahan pertanggung jawaban pengurus pengawas.
f. Amalgamasi dan pembubaran koperasi

Rapat Anggota bisa dilakukan RAT, RAK dan RALB. Secara umumRA dianggap sah apabila dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah anggta, tetapi untuk beberapa kasus jumlah ini bisa disesuaikan dengan AD/ART Koperasi.

perangkat organisasi koperasi Pengurus
Pengurus koperasi adalah pemegang kuasa RA untuk mengelola koperasi, artinya pengurus hanya boleh melakukan segala macam kresi manajemen yang tidak keluar dari koridor keputusan RA. Pengurus merupakan pimpinan kolektif tidak berdiri sendiri dengan pertangungjawaban bersama. Biasanya pengurus yang tetrdiri atas beberapa anggota pengurus.

Tugas dan kewajiban pengurus koperasi adalah:
- Pengurus bertugas mengelola koperasi sesuai keputusan RAT.
- Untuk melaksanakan tugas pengurus berkewajiban:
1). Pengurus koperasi berkewajiban mengajukan proker
2). Pengurus koperasi berkewajiban mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban
3). Pengurus koperasi berkewajiban menyelenggarakan pembukuan keuanagn dan Inventaris.
4). Pengurus koperasi berkewajiban menyelenggarkan administrasi
5). Pengurus koperasi berkewajiban Menyelenggarkan RAT.

Wewenang Pengurus koperasi :
1). Pengurus berwenang mewakili koperasi didalam dan diluar koperasi.
2). Pengurus berwenang melakukan tindakan hukum atau upaya lain untuk kepentingan anggota dan kemanfaatan koperasi.
3). Pengurus berwenang memutuskan penerimaan anggota dan pemberhentian anggota sesuai ketentuan AD/ART.

Tanggung Jawab Pengurus koperasi
Pengurus koperasi bertanggungjwab atas segala upaya yang berhubungan dengan tugas kewajiban, dan wewenangnya.

Perangkat organisasi koperasi Pengawas
Pengawas dipilh oleh RA untuk mengawasi pelaksanaan keputusan RAT dan juga idiologi. Tugas pengawas tidak untuk mencari-cari kesalahan tetapi untuk menjaga agar kegiatan yang dilakukan oleh koperasi sesuai dengan idiologi, AD/ART koperasi dan keputusan RA.

Tugas, kewajiban dan wewenang pengawas koperasi sebagai berikut.
1). Pengawas koperasi berwenang dan bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan organisasi.
2). pengawas wajib membuat laporan tentang hasil kepengawasanya dan merahasiakan hasil laporanya kepada pihak ketiga.
3). Pengawas koperasi meneliti catatan dan fisik yang ada dikoperasi dan mendapatkan keterangan yang diperlukan.

Sturktur koperasi akan kami lanjutkan pada posting berikutnya, semoga membantu pengunjung setia blog peluang usaha ini.

dasar dasar koperasi

Pengertian

Koperasi tradisional atau Hanel (1985) menyebutnya dengan “Koperasi Historis”, berkembang di Eropa di akhir abad 18 sampai 19. Pertumbuhannya berdasarkan naluri solidaritas kelompok atau suku bangsa tertentu. Dengan menggunakan pendekatan pengelolaan sederhana namun berhasil menanamkan prinsip pemanfaatan bersama atas sumberdaya produksi yang tersedia. Akan tetapi dalam perkembangan masyarakat memiliki karakteristik dinamis. Dinamika dan ciri kompetitif ternyata kurang terwadahi dalam Koperasi tradisional. Koperasi tidak dapat tumbuh dalam “kerangka dan suasana” tradisional seperti masa lalu. Persaingan telah menuntut tersedianya rancangan strategi-strategi  dan kiat-kiat tertentu agar dapat eksis dan turut terlibat dalam kancah persaingan yang semakin ketat. Untuk itu diperlukan pengetahuan yang cukup  tentang faktor-faktor atau variabel-variabel yang terkait dengan keberhasilan dan kegagalan koperasi. Strategi-strategi alternatif ini membutuhkan hipotesis-hipotesis, teori-teori, dalil-dalil serta informasi lain yang teruji secara baik. Sumber utama pengetahuan yang perlu digunakan dalam membangun sebuah institusi adalah pengetahuan “teoritikal” yang dapat menerangkan berbagai realitas empirikal. Reformasi dan reaktualisasi pemikiran tentang koperasi terletak pada nilai instrumental yang operasional. Secara normatif perubahan itu hampir tidak mengusik eksistensi koperasi sebagai institusi penghimpun kekuatan mandiri. Hal itu dapat ditelaah pada batasan koperasi dari berbagai aliran yang ada. Para pakar dan peneliti serta ketentuan perundang-undangan nasional telah menggariskan batasan berdasarkan cara pandang dan kepentingan yang dihadapi, namun makna dasar koperasi tidak banyak berubah. Pendapat mengenai definisi koperasi dikemukakan oleh para pendukung pendekatan esensialis, institusional, maupun nominalis (Hanel, 1985,27). Pendekatan esensialis, memandang koperasi atas dasar suatu daftar  prinsip yang membedakan  koperasi  dengan  organisasi lainnya. Prinsip-prinsip ini di satu  pihak  memuat  sejumlah  nilai, norma, serta tujuan nyata yang tidak harus sama ditemukan pada semua koperasi. Dari pendekatan esensialis ini, International Cooperative Alliance (ICA) telah merumuskan pengertian koperasi atas dasar enam prinsip pokok (Abrahamsen, 1976,3),  antara lain: 1. Voluntary membership without restrictions as  to race, political views,and religious beliefs; 2. Democratic Control; 3. Limited interest or no interest on shares of stock; Earnings  to  belong  to  members,  and  method   of  distribution to be decided by them; 4. Education of members, advisors, employees,  and  the public at large; 5. Cooperation among cooperatives on  local,  national,  and international levels. Pendekatan institusional, dalam mendefinisikan koperasi berangkat dari kriteria formal (legal). Menurut pendekatan ini: "Semua organisasi disebut koperasi jika secara  hukum dinyatakan  sebagai  koperasi,  jika  dapat  diawasi  secara teratur dan jika dapat mengikuti prinsip-prinsip koperasi". (Munkner, 1985,18). Pendekatan nominalis, dengan pelopornya para ahli ekonomi koperasi dari Universitas Philipps-Marburg, merumuskan pengertian koperasi atas dasar sifat khusus dari   struktur dasar tipe sosial-ekonominya. Menurut pendekatan nominalis,  koperasi dipandang sebagai organisasi yang memiliki empat unsur utama (Hanel, 1985,29), yaitu: 1. Individual are united in a group by-at least one common interest or goal (COOPERATIVE GROUP); 2. The individual members of the cooperative  group  intend to pursue through joint actions and mutual support, among other, the goal  of  improving  their economic and social situation (SELF-HELP OF  THE COOPERATIVE GROUP); 3. The use as an instrument for that purpose a jointly owned and   maintained enterprise (COOPERATIVE ENTERPRISE); 4. The cooperative  enterprise  is charged with the perfomance of the (formal) goal or task to promote the members of the cooperative   group through offering them directly such goods and services,   which  the  members  need for their individual economics - i.e. their houshold (CHARGE OR PRINCIPLE  OF MEMBER PROMOTION). Penjelasan itu memberikan petunjuk bahwa dalam  organisasi koperasi melekat secara utuh lima unsur, yaitu: (a) anggota-anggota  perseorangan, (b) kelompok koperasi,  yang  secara  sadar bertekad  melakukan usaha bersama dan saling membantu demi perbaikan kondisi ekonomi dan sosial mereka, melalui, (c)perusahaan koperasi, yang didirikan secara permanen dimiliki  dan  dibina secara bersama sehingga tercipta suatu,  (d) hubungan  pemilikan antara  kelompok koperasi dan perusahaan koperasi yang mengarahkan adanya promosi anggota atau hubungan usaha yang saling menunjang antara kegiatan  ekonomi  anggota  individu dengan perusahaan koperasi. Berkaitan dengan keempat unsur tersebut, Hanel (1985,30) menjelaskan,” Thus, cooperative are also characterized to be autonomous business organizations, which are owned  by the members and charged with  the  promotion of their members in their role as customers of the  cooperative enterprise. Dalam organisasi  koperasi terdapat prinsip atau norma identitas ganda, anggota di samping sebagai pemilik sah, juga adalah pemilik atau pelanggan jasa yang diusahakan oleh koperasi. Di samping itu, dalam organisasi koperasi terdapat dua perusahaan  (double nature), yaitu perusahaan, atau kegiatan ekonomi, anggota secara individu dan perusahaan koperasi yang dimiliki anggota secara bersama-sama. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa koperasi dilihat dari substansinya adalah suatu sistem sosial-ekonomi, hubungan dengan  lingkungannya bersifat terbuka, cara kerjanya adalah suatu sistem yang berorientasi pada tujuan, dan pemanfaatan sumber dayanya adalah  suatu organisasi ekonomi yang unsurnya mencakup: anggota-anggota perseorangan,  perusahaan atau kegiatan ekonomi anggota secara individu, kelompok koperasi, perusahaan koperasi, dan hubungan pemilikan serta hubungan usaha atau pelayanan perusahaan koperasi kepada para anggotanya. Dari penjelasan di atas memberikan gambaran bahwa koperasi memiliki ciri-ciri yang khas sebagai sebuah organisasi. Koperasi lahir dengan memiliki tiga unsur pokok yakni, (a) kerjasama dua orang atau lebih, (b) tujuan yang akan dicapai, (c) kegiatan yang dikoordinir secara sadar. Pendekatan nominalis dalam merumuskan pengertian koperasi, di  samping telah dapat menunjukkan ciri-ciri esensial  koperasi  yang dapat  dikaji  secara  ilmiah,  tetapi  juga telah dapat memberikan penjelasan yang cukup  rinci  mengenai  perbedaan koperasi dengan organisasi ekonomi lain yang bukan koperasi. Maman (1989,19) membedakan koperasi dengan organisasi usaha non-koperasi, dengan melihat lima (5) hal yakni: (a) sifat keanggotaan, (b) pembagian keuntungan, (c) hubungan personal antara organisasi dan manajer, (d) keterlibatan pemerintah dalam penciptaan stabilitas dan operasi, dan (e) hubungan organisasi dan masyarakat. Peran anggota merupakan indikator penting dalam mendefinisikan koperasi secara universal dengan tidak dibatasi oleh visi politis maupun kondisi sosial ekonomi kelompok masyarakat di mana koperasi itu hidup. Kedua  peran  tersebut  menjadi  kriteria   identitas (identity criterion) bagi koperasi. Peran atau  identitas ganda (dual identity) koperasi menunjukkan bahwa  yang melakukan kerja sama (cooperation) adalah manusia atau anggotanya. Baik pada saat mengelola maupun  pada  saat memanfaatkan hasil usaha koperasi. Peran unik dari anggota inilah yang dijadikan acuan dalam mengenali sistem koperasi  di berbagai negara. Roy (1981,6) dalam definsinya meamasukan peran anggota dalam usaha koperasi adalah:“...a business voluntarily organized, operating at cost, which is owned, capitalized and controleed by member-patrons as ussers, sharing risk and benefits proportional to their participation.” Demikian pula, pendapat Packel, sebagaimana  dikutip  Abrahamsen (1976,5) yang menyatakan koperasi adalah: “... a  democratic association of persons organized to  furnish  themselves  an economic service under a plant that  eliminates  entrepreneur profit  and  that  provides  for  subtantial  equality    in ownership and control". Hal serupa juga secara implisit dinyatakan oleh Munkner (1985),  Ropke (1989) dan Chukwu (1990). Walaupun bentuk implementasi peran anggota menurut beberapa ahli koperasi cenderung mengalami perubahan. Seperti dikemukakan oleh Herman (1995,66) setelah mengkaji artikel-artikel, “Trends in Co-operative Theory” (Wilson), “Homo Oeconomicus and Homo Cooperatives in Cooperative Research” (Weisel), “Basic Cooperatives Values” (Laurikari), maupun “Cooperative Today” (Book), menyimpulkan bahwa belakangan ini telah terjadi perubahan peran anggota seiring dengan tersisihnya demokrasi oleh ekonomi. Perubahan peran sentral dari anggota ke manajemen tidaklah mengubah  pentingnya prinsip ganda anggota dalam organisasi. Karena pada dasarnya perubahan itu terletak pada tataran instrumental bukan pada taran substansi. Mengenai hal itu dapat dikaji pendapat Dulfer (1985) mengenai perubahan struktur koperasi secara radikal. Dikatakan bahwa perubahan struktur koperasi akan mengikuti pola hirarkis (a) koperasi tradisional, (b) koperasi berorentasi pasar, dan (c) koperasi yang terintegrasi secara vertikal dan horizontal. Setiap tingkat memiliki konsekwensi implementasi manajemen yang berbeda. Lebih khusus perbedaan tersebut terletak pada posisi anggota dalam pengelolaan organisasi. Koperasi Indonesia Pada kasus Indonesia, koperasi sebagai badan usaha yang dimiliki dan dimanfaatkan oleh anggota,  di tegaskan dalam Undang-undang nomor 25 tahun 1992. Batasan koperasi dalam perundangan  ini memiliki makna yang lebih tegas dan jelas dibanding batasan lama, dalam Undang-undang No.12 tahun 1967, yang memungkinkan terciptanya pemikiran ganda tentang koperasi. Undang-undang nomor 25 tahun 1992 mengakomodasi perubahan tataran instrumental seperti dengan diaturnya “Pengelola” atau manajer dalam pengelolaan organisasi dan usaha koperasi. Koperasi seperti badan usaha lainnya memiliki keleluasaan gerak dalam menjalankan usaha selama tidak menyalahi ketentuan perundang-undangan dan idielogi normatif yang ada. Usaha merupakan proses rasional yang akhirnya bermuara pada penciptaan keuntungan (profit), akumulasi keuntungan tersebut digunakan untuk melayani kebutuhana anggota. Dengan demikian, usaha koperasi dapat dilaksanakan selama memperhatikan dua hal pokok, yakni: (1) Usaha yang dijalankan selaras dengan kebutuhan anggota dan sejauh mungkin mengandung unsur pemberdayaan (empowering) bagi usaha anggota. (2) Keuntungan usaha dialokasikan untuk anggota selaras dengan jasa yang diberikan anggota pada usaha koperasi. Perhatian terhadap kesejahteraan masyarakat selain anggota sesuai dengan tujuan koperasi Indonesia, seperti tertuang dalam pasal 3 Bab II Undang-undang nomor 25 tahun 1992, yakni, memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pelaksanaan organisasi dan manajemen koperasi  didasari oleh prinsip koperasi, prinsip tersebut berisi, (a) keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, (b)  pengelolaan dilakukan secara demokratis, (c) pembagian sisa hasil usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota, (d) pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal, (e) Kemandirian. Di samping prinsip yang mengikat intern organisasi, koperasi memiliki prinsip lain yang berkaitan dengan ekstern organisasi yakni, (a) pendidikan perkoperasian, (b) kerjasama antar koperasi. Pembahasan di atas menunjukkan koperasi dapat dilihat sebagai unit usaha (dimensi mikro) dan sistem ekonomi (dimensi makro). Dalam dimensi mikro, koperasi memiliki kewajiban dan hak yang sama dengan pelaku ekonomi lainnya. Dalam dimensi makro, koperasi adalah faham atau idielogi yang harus menjadi panutan bagi pelaku ekonomi nasional. Pemahaman tentang kedua hal itu dapat menghindarkan diri dari pemikiran yang keliru terhadap konsep “Koperasi sebagai soko guru ekonomi”. Mengenai kedua dimensi itu dapat di pisahkan dan dibedakan dengan menunjuk aspek-aspek seperti pada tabel 1. Dimensi mikro mengandung konsekuensi, koperasi sebagai organisasi ekonomi yang memiliki keharusan menangani usaha berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas dan produktivitas. Hanya dengan itu koperasi tetap hidup dan mampu mengembangkan diri melalui akumulasi kekayaan (asets) sebagai prasyarat untuk memberikan pelayanan lebih baik bagi anggota. Khususnya dalam pemanfaatan faktor-faktor produksi yang persediannya terbatas. Dalam konteks ini koperasi memiliki berbagai kesamaan dengan badan usaha lainnya. Selaras dengan tujuan koperasi, maka prinsip efisiensi dan efektivitas untuk mewujudkan produktivitas yang tinggi harus dipadukan dengan optimasi pelayanan kepada usaha dan kesejahteraan anggota.
Kriteria Dimensi Mikro Dimensi Makro
Kriteria Arti 
Identitas  
Pelaku  
 

Implikasi  
 
Dimensi Mikro Koperasi sebagai badan usaha.
Anggota berperan sebagai pemilik dan pelangan.
Anggota Pengurus Pengawas
Efisien, efektip dengan produktivitas yang tinggi, untuk pelayanan yang optimal bagi anggota.    
Dimensi Makro Koperasi sebagai sistem ekonomi.
Demokrasi ekonomi.   
BUMN BUMS BUMK 
Sistem ekonomi yang bernuansa kemanfaatan bersama/ kerakyatan.   
Sistem ekonomi yang bernuansa kemanfaatan bersama/ kerakyatan. Koperasi sebagai sistem sosial merupakan gerakan yang  tumbuh berdasarkan kepentingan bersama.  Ini mengandung makna dinamika koperasi harus selaras dengan tujuan yang telah ditetapkan bersama. Semangat kolegial perlu dipelihara melalui penerapan musyawarah dalam pengambilan keputusan. Dalam konteks itu, koperasi merupakan organisasi swadaya (self-helf organization) akan tetapi tidak seperti halnya organisasi swadaya lainnya, koperasi memiliki karakteristik yang berbeda (Hanel,1985,36). Mengkaji koperasi sebagai badan usaha dan organisasi swadaya adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang posisi manusia dalam konstelasi sistem koperasi. Koperasi menempatkan faktor “manusia” sebagai elemen penting dalam sistem keorganisasian. Manusia anggota merupakan sentral pengembangan yang berposisi penting dalam proses peningkatan kesejahteraan. Manajemen Koperasi Tugas manajemen koperasi adalah menghimpun, mengkoordinasi dan mengembangkan potensi yang ada pada anggota sehingga potensi tersebut menjadi kekuatan untuk meningkatkan taraf hidup anggota sendiri melalui proses “nilai tambah”. Hal itu dapat dilakukan bila sumberdaya yang ada dapat dikelola secara efisien dan penuh kreasi (inovatif) serta diimbangi oleh kemampuan kepemimpinan yang tangguh. Manajemen koperasi memiliki tugas membangkitkan potensi dan motif yang tersedia yaitu dengan cara memahami kondisi objektif dari anggota sebagaimana layaknya manusia lainnya. Pihak manajemen dituntut untuk selalu berpikir selangkah lebih maju dalam memberi manfaat dibanding pesaing hanya  dengan itu anggota atau calon anggota tergerak untuk memilih koperasi sebagai alternatif yang lebih rasional dalam melakukan transaksi ekonominya. Rumusan  manfaat bagi setiap orang akan berbeda hal itu  tergantung kepada pandangan hidup terhadap nilai manfaat  itu  sen-diri. Motif berkoperasi bagi sementara orang adalah  untuk memperoleh nilai tambah ekonomis seperti, me-ningkatnya penghasilan atau menambah kekayaan (aset) usaha. Tetapi bagi sebagian orang menjadi anggota koperasi bukan karena adanya dorongan materi atau alasan finansial akan tetapi semata-mata  untuk kepuasan batin saja atau alasan ideal lainnya. Untuk menjaga momentum pertumbuhan usaha maupun perkembangan koperasi pada umumnya pihak manajemen perlu mengupayakan agar  koperasi tetap menjadi alternatif yang menguntungkan, dalam arti lain manajemen koperasi harus mampu mempertahankan manfaat (benefit) koperasi  lebih besar dari manfaat yang disediakan oleh non-koperasi. Atau koperasi harus selalu mengembangkan keunggulan kompetitif dan komparatif  dalam sistem  manajemen yang  dikembangkannya. Perangkat organisasi koperasi sebagaimana diatur dalam pasal 21 Undang-Undang Perkoperasian Nomor 25 tahun 1992 terdiri atas, (a)  rapat anggota, (b) pengurus, dan (c) pengawas. Ketiganya dalam organisasi koperasi memiliki tugas mengembangkan kerjasama sehingga membentuk suatu  kesatuan sistem pengelolaan. Untuk menuju  ke  arah  itu  diperlukan  komitmen unsur-unsur  tersebut  terhadap sistem kerja yang telah disepakati bersama. Rapat anggota merupakan kolektivitas  suara  anggota yang merupakan pemilik organisasi dan  juga merupakan pemegang kekuasaan tertinggi. Ide-ide dan kebijakan dasar  dihasilkan dalam forum ini. Anggaran dasar dan anggaran rumah  tangga,  anggaran pendapatan dan belanja, pokok-pokok program  dan ketentuan-ketentuan dasar dibuat  berdasarkan musyawarah anggota, yang selanjutnya dilaksanakan oleh pengurus  atau manajer dan pengawas. Secara sistimatis Roy (1981,426) menunjuk kekuasaan dan  tanggungjawab anggota. Sehubungan  dengan  beratnya  kewajiban  yang   harus diemban anggota, maka sistem penerimaan  keanggotaan  se-layaknya menggunakan standar minimal kualifikasi. Standar minimal  kualifikasi tersebut berhubungan dengan  tingkat minimal  pemahaman calon anggota terhadap hak, tanggung jawab dan  kewaji-ban selaku anggota. Dengan demikian memungkin-kan anggota memiliki pengetahuan yang relatif sama menge-nai organisasi dan tujuan yang hendak dicapai. Penetapan standar minimal kualifikasi  tidak bertentangan dengan  prinsip "keanggotaan terbuka" karena pada dasarnya memung-kinkan setiap orang untuk menjadi anggota,  akan tetapi  sebelum pendaftaran dilakukan setiap anggota perlu memiliki wawasan minimal sebagai anggota. Untuk keperluan itulah diperlukan pendidikan dasar bagi calon anggota. Standar minimal kualifikasi tersebut menyangkut  pemahaman dan ketertautan diri terhadap isi anggaran dasar dan ang-garan  rumah tangga serta ketentuan lain dalam organisasi. Pengurus adalah orang-orang yang dipercaya oleh rapat anggota untuk menjalankan tugas dan wewenang dalam menjalankan roda organisa-si dan usaha. Sehubungan dengan hal  itu, maka pengurus wajib melaksanakan harapan dan amanah anggota yang disampaikan dalam forum  rapat anggota. Pengurus perlu menjabarkan  kehendak anggota dalam program kerja yang lebih teknis. Pasal 30 dalam perundang-undangan yang sama telah menetapkan tugas pengurus adalah (a) mengelola koperasi dan usahanya, (b) mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan rencana Anggaran pendapatan dan belanja koperasi, (c) menyelengga-rakan rapat anggota, (d) mengajukan laporan keuangan dan pertang-gungjawaban pelaksanaan tugas, (e) memelihara daftar buku anggota pengurus. Selain tugas seperti di atas pengurus pun memiliki kewenangan, untuk, (a) mewakili koperasi di dalam dan di luar pengadilan, (b) memutuskan  penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar, (c) melakukan  tindakan  dan upaya  bagi  kepentingan dan kemanfaatan koperasi sesuai dengan tanggungjawabnya dan keputusan rapat anggota. Untuk terlaksananya tugas tersebut, pengurus dibantu oleh pengelola dan  karyawan lainnya. Mengenai kehadiran pengelola telah diatur dalam pasal 32, yang berisi ketentuan sebagai berikut, (a) pengurus  koperasi  dapat mengangkat pengelola dan diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha, (b) dalam  hal  pengurus  koperasi bermaksud untuk mengangkat pengelola, maka rencana pengangkatan tersebut diajukan kepada rapat anggota untuk mendapat persetujuan, (c) pengelola bertanggungjawab kepada pengurus, (d) pengelola usaha oleh  pengelola  tidak  mengurangi  tanggungjawab pengurus sebagaimana ditentukan dalam pasal 31. Pengangkatan pengelola dan  karyawan didasarkan pada tingkat kebutuhan dan tuntutan yang  diha-dapi oleh masing-masing koperasi. Pada umumnya pengangkatan sering disebabkan  karena alasan-alasan, (a) organisasi semakin besar dan kompleks, (b) biasanya pemilihan pengurus karena alasan “personality”, bukan berdasarkan keahlian, (c) masa kerja pengurus terbatas, (d) mengurus koperasi ditempatkan sebagai kerja sambilan, (d) sulit  memisahkan antara kepentingan, sebagai anggota yang menjalankan  usaha pribadi dengan kepentingan sebagai pengurus yang harus mengelola perusahaan koperasi, atau (e) kurang memiliki waktu dan keahlian. Pengelola perlu memiliki berbagai kompetensi dan sikap tertentu untuk menjalankan fungsinya. Diantaranya adalah sikap terbuka terhadap hal-hal atau penemuan-penemuan baru (inovasi) yang mendukung jalannya tugas keorganisasian dan usaha. Malahan lebih dari pada itu harus terangsang untuk mencari terobosan-terobosan baru yang belum ditemukan oleh pesaing. Sikap yang terlalu toleran terhadap cara-cara lama sampai batas tertentu akan sangat membahayakan terhadap eksistensi dan daya hidup koperasi. Hal yang harus disadari oleh pengelola hasrat anggota maupun konsumen bukan anggota selalu dalam keadaan dinamis, walau arah dinamika itu tidak selalu berjalan ke muka, tetapi mungkin akan kembali ke semula. Dengan demikian esensi inovasi dapat diklasifikasi dengan: (a) menerima dan menerapkan cara atau teknologi yang sama sekali baru, (b) memodifikasi cara atau teknologi lama sehingga terkesan baru, (c) menerapkan cara baru dari tekbologi lama. Sikap lain yang harus dimiliki pengelola hubungannya dengan usaha adalah kemampuan dalam menghimpun modal. Menarik modal, baik dari dalam maupun luar, bukanlah pekerjaan ringan mengingat hal itu sangat berhubungan dengan kepercayaan pihak anggota maupun pihak non-anggota terhadap koperasi. Memposisikan usaha yang dijalankan sebagai sarana investasi rasional merupakan tanggungjawab pengelola. Kepemimpinan  merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pengelola. Data empiris menyatakan sikap ini masih tergolong rendah di kalangan pengelola terutama KUD. Tanpa sikap ini, pengelola tidak lebih dari karyawan biasa yang menggantungkan hidup dari koperasi. Terakhir adalah kemampuan manajerial yang berhubungan dengan kebersediaan dan ketersedian pengelola untuk melaksanakan fungsi manajemen secara proporsional dan profesional sehingga apa yang dikerjakan merupakan hasil kerja yang terurut dan terukur. Pengawas  atau badan  pemeriksa  adalah  orang-orang   yang diangkat oleh forum rapat anggota untuk mengerjakan  tugas pengawasan kepada pengurus. Tiga hal penting yang diawasi dari pengurus oleh pengawas, yakni: (a) keorganisasian; (b) keusahaan; (c) keuangan. Tugas  pengawas  dalam  manajemen  koperasi  memiliki posisi strategis, mengingat secara tidak langsung, posisi-nya dapat menjadi pengaman dari ketidakjujuran, ketidaktepatan pengelolaan atau ketidakprofesionalan pengurus. Oleh sebab itu menjadi pengawas harus memiliki  per-syaratan kemampuan (kompentensi), yaitu: a) kompentensi pribadi; b) kompentensi profesional. Kompetensi pribadi menyangkut, kharisma atau kewibawaan, kejujuran dan kepemimpinan. Kompetensi pertama  ini angat ditentukan oleh personaliti yang dimiliki oleh seorang  pengawas. Kompetensi ini dapat terbentuk  secara alamiah tetapi  juga dapat  non-alamiah, misal, karena status sosial ekonomi yang dimiliki. Kompentensi profesional menyangkut  kemam-puan  teknis, seperti: akuntansi, menejerial,   menilai kelayakan  usaha  dlsb. Kompentensi  terbentuk karena pengalaman  dan pendidikan. Idealnya seorang pengawas memiliki  dua kompentensi itu  sekaligus,  tetapi pengalaman empiris membuktikan  sangat sulit mendapatkan pengawas dari kalangan  anggota dengan kualifikasi demikian. Beberapa kasus ketidakberfungsian pengawas dalam manajemen koperasi, menjadi awal dari kekisruhan dan kemunduran koperasi secara umum. Ketidak berfungsian tersebut sering disebabkan, antara lain disebabkan, (a) kurangnya motivasi dan rasa tanggung jawab, (b) tidak memahami lapangan tugas dan wewenang yang dimiliki, (c) pada beberapa kasus kurangnya perhatian rapat anggota terhadap hasil temuan pengawas. Ukuran Keberhasilan Para ahli koperasi masih belum terlihat kesepakatan pendapat  mengenai bagaimana dan apa ukuran efektivitas koperasi   yang setepatnya. Hal itu  sebagaimana diungkapkan Blumle (Dulfer dan Hamm, 1985) yakni, “ Finally let us see what  co-operative  science  has  to say, for it has been widely debating  the  problem  of  success. In current discussion  about  the  promotional task this problem is linked up  with  the  co-operative system of objectives  and  member  participation.  But  there will be disappointment in the results of this research for anybody  who  approaches with hopes and analysis of the diverse attempts  to make   the promotional maxims operational, and to measurement co-operative success.” Oleh sebab itu sampai saat ini mengukur efektivitas  koperasi  tidaklah  sesederhana mengukur  efektivitas organisasi atau  badan  usaha  lain  bukan  koperasi. Efektivitas organisasi koperasi tidak  saja semata berkenaan dengan aspek ekonomi  melainkan  juga  akan berkenaan dengan aspek sosialnya. Akan tetapi sebagai konsekuensi logis dari kondisi koperasi  yang selalu  dalam keadaan bersaing dengan organisasi lain untuk mendapatkan sumberdaya maka merumuskan keberhasilan merupakan hal yang penting. Keunggulan merupakan syarat utama untuk terlibat dalam persaingan itu. Keunggulan  yang harus dimiliki senantiasa memuat dimensi koperasi sebagai unit usaha maupun gerakan swadaya. Ketangguhan dalam dimensi gerakan swadaya sangat ditentukan oleh tingkat  keperdu-liaan anggota dalam fungsinya sebagai pemilik untuk turut dalam proses  pengembangan Koperasi. Partisipasi anggota merupakan indikator dalam konteks. Sementara dilihat dari fungsi “badan usaha” ketangguhan koperasi diukur oleh kemampuannya  dalam mengembangkan dan menguasai  pasar. Hal ini sangat ditentukan oleh kemampuan koperasi dalam meraih lebih  besar potensi yang dimiliki pasar ketimbang para pesaing. Koperasi harus mampu memberi alternatif rasional bagi pelanggannya (anggota) melalui berbagai kebijakan insentif usaha maupun perbaikan dalam teknis pelayanan pelanggan. Rumusan sederhana mengenai penjelasan di atas adalah, “Koperasi berhasil bila mampu mengembangkan usaha yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya bagi anggota, dengan mengoptimalkan keterlibatan potensi anggota di dalam proses dan hasil usaha”. Sehubungan dengan itu Ropke (1989) berpendapat perlunya uji partisipasi (Participation-test) dan  uji pasar (Market-test) untuk mengukur keberhasilan koperasi. Kedua indikator keberhasilan bermuara pada, semakin baiknya tingkat kesejahteraan relatif anggota koperasi. Hal itu juga dikemukakan oleh Hanel (1985,76) yakni, "Advantages of cooperation and, thus,  produce  sufficient  promotional  potential  for  the benefit of the members".
KEPUSTAKAAN
Chukwu.S.C.(1990), “Economics of The Co-operative Business Enterprise”, Marburg. Dulfer.E. (1974), “Operational Efficiency of Agricultural Cooperatives”, dalam “Developing Countries”, FAO, Rome. ----------------, (eds) (1985), “Cooperation in the Clasch betwen  Member-Participation, Organization Development, and Bureaucratice Tendencies”, London Hofstede.G. (1983), “Cultural Pitfalls for Dutch Expatriates in Indonesia”, Twijnstra Gudde International Management Consutans, Deventer Netherland. ----------------, (1991), “Cultures and Organization”, Maidenhead-Berkshire, McGraw-Hill Book Comapany, Europa. Munkner. Hans. (1985), “Toward Adjusted Patterns of Cooperatives in Developing Countries”,  Bonn. Ropke. Jochen (1991),“ Cooperative Entrepreneurship”, Marburg. ?  

sumber: http://rully-indrawan.tripod.com/rully03.htm