WELCOME TO MY BLOG :D

Tuesday, June 26, 2012

hukum perjanjian

4)      Kebatalan dan pembatalan suatu perjanjianPembatalan ini pada umumnya berakibat bahwa keadaan antara kedua pihak dikembalikan seperti pada waktu perjanjan sebelum dibuat. Kalau yang dimaksudkan oleh undang-undanbg itu untuk melindungi suatun pihak yang membuat perjanjian sebagai mana halnya dengan orang0-orang yang masih dibawah umur/dalam hal te;lah terjadi suatu paksaan, kekilafan atau penipuan, maka opembatalan itu hanya dapat dituntut oleh orang yang hendak dilindungi oleh undang-undang itu. Penuntutsn pembatalan yang daopatr diajukan olerh salah sau pihak yang membuat perjanjian yang dirugikan, karena oerjanjian itu harus dilakukan setelah waktu lima tahun, waktu mana dalam hal suatu perjanjian yang dibuat oleh seorang yang belum dewasa dihitung mulai hari orang itu teklah menjadi dewasa dan dalam hal suatu perjanjian yang dibuat karena kekhilafan atau peni[uan dihitung mulai hari dimana kekhilafan atau penipuan ini diketahuinya. penuntutan pembatalan akan tidak diterima oleh hakim jka terrnyata sudah ada penerimaan baik dari pihak yang rugikan. Akhirnya, selain dari apa yang diatur dalam B.W. yang diterangkan diatas ini, ada pula kekuasaan yang oelh organisasi woeker (stbl. 1938-5240) diberikan pada hakim untuk membatalkan perjanjian, jika ternyata antara kedua belah pihak telah diletakan kewajiban timbal balik yang satu sama lain jauh tidak seimbang dan ternyata pula satu  pihak berbuat secara bodoh, kurang pengalaman atau dalam keadaan terpaksa.[5]5)      Lahir dan hapusnya suatu perjanjianA.    Perikatan-prikatan yang lahir dari perjanjianUntuk suatu perjanjian yang harus terpenuhi empat syarat yaitu:1.      Perizinan yang bebas dari orang-orang yang mengikatkan dirinya2.      Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian3.      Suatu hal tertentu yang diperjanjiakan4.      Suatu sebab(oorzaak) yang halal, artinya yang tidak terlarang(pasal:1320).Selanjutnya undang-undang menghendaki untuk sahnya suatu perjanjian harus ada suatu oorzaak(“caosa”)yang diperbolehakan. Secara leterlijk kata oorzaak atau caosa berarti sebab, tetapi menurut riwayatnya, yang dimaksudkan dengan kata itu ialah tujuan yaitu apa yang dikehendaki oleh kedua pihak dengan mengadakan perjanjian itu. Misalnya, dalam suatu perjanjian jual beli: satu pihak akan menerima sejumlah uang tunai dan pihak lain akan menerima bunga(rente). Dengan kata lain caosa berati: isi perjanjian itu sendiri.Suatu perjanjian harus dianggap lahir pada waktu tercaiannya suatu kesepakatan antara kedua belah pihak. Orang yang hendak membuat perjanjian harus menyatakan kehendaknya dan kesediannya untuk meningkatkan dirinya. Pernyataan kedua belah pihak bertemu dan sepakat misalnya dengan memasang harga pada barang ditoko, orang yang mempunyai toko itu dianggap telah menyatakan kehendaknya untuk menjual barang-barang itu. Apabila ada sesuatu yang masuk ketoko tersebuit dan menunjuk suatu barang serta membayar harganya dapat dianggap telah lahir suatu perjanjian jual beli yang meletakkan kewajiban pada pemilik toko untuk menyerahkan baran-barang itu [6] 1)      Hubungan antara perjanjian dan perikatanSuatu perjanjian adalah suatu pereistiwa dimana satu orang atau satu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain dan dimana dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatuhal(pasal 1313 KUHPer. Oleh karena itu perjanjian timbulnya suatu hubungan antara dua orang atau dua pihak tersebut yang dinamakan Perikatan.  Perjanjian itu menerbitkan suatu perkataan antara dua orang atau dua pihak yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangakaian perkataan yang mengundang janji atau kesanggupan yang ditulis atau diucapkan.Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu melibatkan perikatan. Perjanji adalah salah satu sumber perikatan  disamping sumber lainnya. Suatu perjanjian juga dinamakan suatu persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakn bahwa dua perkataan(perjanjiandan persetujuan) itu adalah sama artinya perkataan “kontrak” lebihsempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yag tertulis.[1]Bentuk perikatan yang agak lebih rumit:    a. Perikatan bersyarat: suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi.   1). Perikatan dengan syarat tangguh        Perikatan lahir hanya apabila peristiwa yang        dimaksud itu terjadi dan perikatan lahir pada detik        terjadinya peristiwa itu.   2). Perikatan dengan suatu syarat batal        Suatu perikatan yang sudah lahir, justru berakhir atau        batal apabila peristiwa yang di maksud itu terjadi.2)      Sistem terbuka dan asas konsensualitasdalam hukum perjanjianDidalam buku III B.W terdiri atas suatu bagian umum dan suatu bagian umum dan suatu bagian khusus. Bagian umum membuat peraturan-peraturan yang berlaku bagi perikatan umumnya, misalnya tentang bagaimana lahir dan hapusnya suatu perikatan, macam prikatan dsb. Bagian khusus memuat peraturan-peraturan mengenai Perjanjian-perjanjian yang sudah mempunyai nama-nama tertentu, misalnya jual beli, sewa-menyewa, maafschap, pemberian(schenking) dsb.Buku III itu  menganut asas kebebasan dalam hal menganut perjanjian (beginsel der contractsvrijheid). Asas inin dapat disimpulkan dari pasal 1338 yang menerangkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatynya. Tetapi dari peraturan ini dapat di simpulkan bahwa orang yang leluasa untuk membuat perjanjian apa saja, asal tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan.Sistem yang dianut oleh buku ini itu juga lazim dinamakan sistem terbuka yang merupakan sebaliknya dari yang dianut oleh buku III perihal hukum perbedaan. Disitu orang tidak diprrkenankan untuk membuat atau memperjanjikanm hak-hak perbendaan lain, slain dari yang diatur dalam B. W. Sendiri. Disitu dianut suatu sistem terrutup.[2]Adapun asas konsensualitas dalam hukum perjanjian menurut teori pernyataasn yaitu:a)      Perjanjian lair sejak para pihak mengeluarkan kehaendaknya scara lisan dan tertulis. Sepakat yang diperlukan untuk melahirkan perjanjian di anggap telah tercapai, apabila yang dikerluarkan oleh pihak diterima oleh pihak lain.b)      Teori penawaran bahgwa perjanjoian lahir pada detik terimanya suatiu penawaran ( offerte). Apabila seorang melakukan penawaran dan penawaran tersebut di terima oleh orang lain secara tertulois maka perjajian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran menerima jawaban secara tertulis dari pihak lainnya.[3]

No comments:

Post a Comment