WELCOME TO MY BLOG :D

Wednesday, January 11, 2012

koperasi indonesia terjebak kamuflase


KOPERASI INDONESIA TERJEBAK KAMUFLASE KEBERPIHAKAN NEGARA


Koperasi Indonesia terpuruk salah siapa? Negara yang tidak berpihak kepada koperasi atau dekopin yang abai dengan tugasnya? para pelaku koperasi seolah sepakat pemerintah dan juga dekopin keliru menempatkan koperasi pada porsinya. Fakta empiris yang menunjukan tumpulnya peran koperasi indonesia mencapai tujuan dasar mensejahterakan anggota seolah menjadi pembenar dari tesis bahwa keterpurukan koperasi indonesia karena pemerintah lebih berpihak kepada kapitalis. Sampai pada titik ini kita mungkin sepakat.

Seorang tokoh ekonomi kerakyatan (alm) Pak Muby mengatakan yang intinya kurang lebih bahwa selama Indonesia menganut ekonomi kapitalis bukan pancasila maka koperasi tidak akan berkembang. Dari prespektif idiologis benarlah adanya bahwa sebagai negara seharusnya Indonesia konsisten menentukan kebijakan sesuai dasar negara bukan permintaan pasar apalagi tekanan politis negara lain. Logikanya ketika negara memplokamirkan diri sebagai pancasialis tapi pada prakteknya dia justru kapitalis maka bisa dipastikan dia tidak akan pernah mencapai tujuan negara.

Ironis memang ketika negara lain berusaha menunjukan eksistensi dengan menegakkan dasar negara yang kuat, Indonesia justru terjebak kedalam permainan politik ekonomi global yang justru tidak pernah menempatkan negara besar ini sebagai pemaian hanya sebagai obyek penderita. Pengurangan subsisdi dengan membuka pasar selebar2nya tanpa proteksi adalah ciri yang sangat kental dengan semangat kapitalisme ditambah lagi kepemilikan sumber daya alam oleh asing semakin menunjukan kearah mana bandul kebijakan pemerintah berayun.

Lantas kenapa pemerintah justru keberpihakan pemerintah justru semakin memperlebar sudut dengan cita2 proklamator tentang koperasi? Ralp Miliband mempunyi teori yang cukup relevan menggambarkan kondisi Indonesia saat ini Milibad mengatakan dalam sebuah negara kapitalis, kaum borjuis mempunyai hubungan yang dekat dengan para pejabat negara, ketimbang misalnya dengan kaum buruh dan kaum miskin lainnya. Mereka berteman di pesta-pesta gala, di lapangan golf, di seminar-seminar dan berbagai tempat lainnya. Karena itu, sudah sewajarnya bila kebijakan negara sedikit banyak terpengaruh oleh kepentingan kaum borjuis karena adanya hubungan yang bersifat pribadi ini. Kebijakan dan keputusan yang diambil para pejabat dari sebuah negara kapitalis cenderung menguntungkan kaum borjuasinya.

Peryataan Milibad ini kemudian diperkuat dengan Teori struktutral tentang negara dari Nicos Poulantzas. Poulantzas mengemukakan bahwa  negara, yang merupakan institusi masyarakat yang sangat penting, memiliki kebutuhan struktural yang membuat negara harus senantiasa mendukung kelas dominan. Poulantzas berpandangan bahwa negara berfungsi untuk menjaga stabilitas sosial politik dalam masyarakat. Dan, menurutnya stabilitas sosial politik dalam sebuah masyarakat kapitalis cenderung menguntungkan kaum borjuis. Karena, untuk bisa menciptakan stabilitas, negara harus membela kaum borjuis untuk mengembangkan dirinya. Hal ini karena negara melalui sistem perpajakan memperoleh pendapatan (terutama) dari keberhasilan kaum borjuis untuk mengembangkan modalnya. Untuk konteks ini, Poulantzas berasumsi bila kaum borjuis gagal mengembangkan dirinya, negara akan menghadapi permasalahan bagi pembiayaan kegiatan-kegiatannya. Ini mengandung makna bahwa jika negara menolong perkembangan kaum borjuis dalam sistem kapitalis dan negara memberikan banyak fasilitas kepada kaum ini, hal itu dilakukan secara ’terpaksa’ karena kebutuhan struktural negara itu sendiri.Kekuatan kapitalis ini yang tidak dimiliki Koperasi Indonesia.

Kenyataan bahwa amunisi untuk memperoleh tempat terhormat di sistem ekonomi negara sebagai soko guru perekonomian Indonesia kalah jauh dari "musuh"nya kapitalisme membuat "pekerja" koperasi terus meringkuk dipinggir dari hingar - bingar perekonomian negara. "Kekalahan" ini kemudian semakin di hiasi oleh bisikan2 menghasut yang ditiupkan oleh orang2 yang melabeli dirinya tokoh tetapi sebenarnya dia ingin lari dari kegagalanya bahwa koperasi indonesia terus terpuruk karena ketidak berpihakan pemerintah sehingga kooperator tidak perlu berbuat lain selain menengadah menunggu uluran yang berpihak dari pemerintah.

Sudah bukan zamanya koperasi terus berharap mendapat fasilitas penyaluran pupuk dan saprodi atau distribusi minyak goreng yang terbukti di korup, ada banyak koperasi yang berkembang bukan karena belas kasihan tetapi karena SDM yang handal dan daya saing yang tinggi. Jangan mengkambing hitamkan yang memang sudah hitam, coba tanyakan kepada koperasi2 besar dinegeri ini apakah mereka terganggu ketika konfilik dekopin dan wadah tunggal koperasi ini tidak mendapatkan jatah APBN? atau ketika Depkop dijadikan Kementrian Koperasi? Koperasi  tidak pernah merasa terganggu dengan kesemua itu yang terganggu tentu hanya mereka yang memang menggantungkan hidupnya disana. Jadi kenapa kita terus merintih karena tidak diperhatikan? bangkit dan berbuatlah yang terbaik sampai suatu saat nanti akan datang beberapa staf dinas koperasi ketempat anda dan mengatakan " ini koperasi binaan kami" meskipun anda tidak pernah merasa disentuh mereka anggukan saja kepala dan bersyukurlah bahwa kita tidak lagi mengkerdilkan arti sebuah keyakinan, jayalah Koperasi Indonesia.

No comments:

Post a Comment